Minggu, Desember 15, 2019

Demam John Grisham

Berawal dari tugas membaca pada mata pelajaran Bahasa Indonesia saat aku kelas 2 SMA. Saat itu kami (5 orang dalam 1 kelompok), diberi tugas untuk membaca & menghapal alur cerita dari buku karya John Grisham berjudul The Chamber (Kamar Gas), terbitan Gramedia. Dengan jalan patungan setiap anggota kelompok, akhirnya bisa membeli buku itu.

Aku lupa persisnya berapa lama waktu membaca lalu kelompok ditanya oleh guru matpel BI, apakah 1 minggu atau 2 minggu setelah pembelian bukunya? Intinya, waktunya tidak cukup lama buat baca buku yang cukup tebal itu. Apalagi buku cuma ada 1 buah dan harus dibaca bergantian diantara anggota kelompok lainnya.

Dan tibalah waktunya, eng...ing...eng...kelompok kami ditanya, teman-teman yang lain dengan lancar menjawab pertanyaan dari pak guru. Masuk giliran aku, pak guru tanya beberapa hal, aku jawab dengan lancar juga...alhamdulillah...tapi, saat akhir sesi, pak guru komen balik ke aku, "Widdi, kamu gak baca bukunya ya...ngarang kamu jawabannya", hahaha...aku garuk kepala...akhirnya ngaku..."Iya pak, waktunya terlalu singkat, tidak cukup lama..."Ah...alasan kamu", sahut pak guru.

Dan disitulah momen, ternyata bakat mengarang dan ngeyel aku terbukti berguna...wkwkwkw....

Sebuah percikan peristiwa, yang dikemudian hari membawa aku untuk mengoleksi buku John Grisham lainnya, selain memang sudut pandang tokohnya selalu menarik dan berkisar pada permasalahan hukum serta terkadang konspiratif juga.

Untuk pak guru Bahasa Indonesiaku, terima kasih atas keterusterangannya, karena tanpa itu, mungkin aku bisa jadi pembohong ulung yang keterusan berbohong...hehehe...

Salam,
Widdi

Sabtu, Desember 14, 2019

Hasrat Membaca

Gairah perlu dibangkitkan, begitu juga keinginan membaca.

Caranya, bacalah buku dengan tema yang kamu sukai. Kalau suka buku novel, mulailah dari situ. 

Saat ini akupun begitu. Aku hanya baca buku yang temanya aku sukai saja. Masa-masa membaca buku "wajib" sepertinya sudah lewat.

Cersil alias Cerita Silat aku suka sekali. Buku-buku karya SH. Mintardja adalah buku "wajib" baca untuk penggemar Cersil.

"Nagasasra & Sabuk Inten" dan "Api Di Bukit Menoreh (ADBM)" adalah masterpiece SH Mintardja. Walaupun untuk ADBM hingga hari ini buku tersebut tidak tuntas, karena sebelum cerita usai, Sang Empu SH Mintardja sudah berpulang ke haribaan penguasa jagat. Dan bagi para penggemar ADBM, kisah akhir karya tersebut banyak beredar dengan beragam versi, yang ditulis oleh para pencinta ADBM.

Wabilkhusus Nagasasra & Sabuk Inten, dulu bapakku punya edisi lengkap bukunya. Namun sayang, karena lokasi penyimpanan buku yang tidak terawat, akhirnya buku hancur menjadi santapan lezat rayap. Sedih...

Dan tanpa lupa menyebut juga nama Kho Ping Ho termasuk legenda pada tema buku Cersil ini.

Buku "Senopati Pamungkas" juga menyeruak di media tahun 90-an. Sebagai salah satu masterpiece karya Arswendo Atmowiloto. Dan kalau tidak salah, pada rezim orde baru, buku ini juga sempat dilarang terbit. Dan mengalami kejayaan cetak ulang pasca reformasi '98. Mengambil kisah setting tumbangnya Kerajaan Singosari dan berdirinya Kerajaan Majapahit, buku yang cukup tebal namun sangat menarik ini, patut menjadi rujukan bagi penggemar Cersil.

Untuk kategori Cersil, terus terang aku tidak bisa melakukan rangkuman cerita. Karena ketiga karya Cersil tersebut sangatlah mengasyikkan untuk dibaca. Jadi, lebih baik dibaca sendiri, dari awal hingga akhir.

Khusus untuk Nagasasra & Sabuk Inten serta ADBM, buku ini dapat diakses secara gratis di webpage yang tersebar di dunia maya. So, monggo cek sendiri ya guys. Hehehe...

Mau asyik belajar sejarah bangsa. Ya....salah satunya dengan membaca Cersil. Karena buku-buku tersebut dibuat dengan mengambil setting zaman kerajaan masa lalu. 

Cara inilah yang juga dipakai oleh negara-negara maju untuk mengajarkan sejarah bangsa untuk warganya.

Contoh, buku karya Eiji Yoshikawa. Empunya cerita dengan tema Samurai Jepang, masa berkuasanya para Daimyo, Pra Restorasi Meiji. Kisah Musashi atau Taiko atau Heike, untuk menyebut karya Empu Yoshikawa. Sejarah pergulatan Jepang menuju bangsa maju dan modern, ditulis dengan indah pada karyanya tersebut.

So, mulailah membaca dari yang kamu sukai. Mudah-mudahan momentum kontinuitas membaca bisa didapat.

Salam,
Widdi

Ini Tentang Momentum

Momentum itu penting. 

Tindakan seseorang terkadang dipengaruhi waktu dan faktor lingkungan pembentuk awal.

Contohnya, saat masuk bulan puasa Ramadhan, fokus seseorang menjadi lebih di sektor religiusitas. Sesungguhnya, itulah momentum.

Belum lagi momentum hari raya keagamaan, pebisnis memanfaatkan ini guna mendulang laba. Banjir diskon, cuci gudang atau apapun istilahnya. Sejatinya, itulah waktu yang tepat mengambil keuntungan dari momentum.

Lalu, momentum apa yang menyebabkan manusia bernama Widdi ini menyukai buku?

Pertanyaan ini bisa terjawab dengan membalik waktu hingga puluhan waktu ke belakang.

Saat sekolah SMP & SMA aku tinggal di rumah mbah. Mbah Kung termasuk kategori pembaca tekun. Puluhan buku koleksi beliau, mau tidak mau tidak luput dari sentuhanku. Walaupun, koleksi si mbah mayoritas buku- buku bertema agama. Tapi, paling tidak ini menjadi momentum awal pembentuk kesukaanku pada buku.

Masa SMA, aku rada mbandel sitik...hehehe...hobbyku telat sampai sekolah, wkwkwk...harus membawaku berkenalan akrab dengan guru BP. Pada waktu itu jika telat, diberikan 2 pilihan, mau pulang atau bisa tetap sekolah tapi setengah waktu jam belajar harus mondok dulu di perpustakaan sekolah. Ok...karena aku pemberani...hehehe....pilihan mondok dulu di perpustakaan aku pilih. Walaupun pada waktu itu, koleksi buku di perpustakaan sekolah tidak up to date, paling tidak aku mendapat energi momentum dari situ. Dan hingga detik ini, doa syukur aku haturkan kepada para guru BP di SMA. Terima kasih bapak/ibu. Ah...mbrebes mili aku tuh jadinya...

Lulus SMA, reformasi '98 pecah di Indonesia. Rezim orba tumbang. Kegiatan di kampus- kampus bergairah kembali. Ribuan judul buku yang semasa rezim orba dilarang terbit, laksana banjir bandang, buku-buku tersebut bermunculan di toko-toko buku. Euforia membaca tumbuh kembang. Grup-grup diskusi kembali muncul terang-terangan. Bergabunglah aku ke salah satu organ eksternal kampus bernama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), aku seperti menemukan teman-teman yang juga suka membaca, senang diskusi serta berdebat perihal tema sebuah buku. Masa yang sangat menarik.

Nah...momentum-momentum itulah yang membentuk aku sekarang. Dan aku selalu bersyukur atasnya.

Salam,
Widdi

Jebakan Bibliomaniac

Dalam setahun di seluruh dunia, mungkin ada ribuan judul buku baru.

Dari ribuan judul itu, pasti akan ada yang masuk kategori "Best Seller".

Bagi aku, label best seller menjadi penting dan menjadi rujukan dalam membeli buku.

Celakanya, label buku best seller biasanya mendongkrak harga jual. Lebih mahal ketimbang judul buku lain yang kategorinya "biasa" saja. 

Lalu apa triknya jika kamu ngebet banget pengen punya buku itu? 

Pertama, coba masuk ke website para reviewer yang sudah membaca buku tersebut. Apakah sejatinya buku tersebut layak menyandang predikat "Best Seller" atau tidak. Ya...bisa jadi parameter awal deh, akan lanjut beli atau tidak.

Kedua, browsing harga buku tersebut ke beberapa toko online. Bandingkan harganya disitu. Dan cari buku original ya guys. Apple to apple. Jika nemu yang cocok dengan harganya, masukkan terlebih dahulu ke folder wish list kamu deh. Ya...syukur-syukur sudah ada dana cukup, jadi bisa langsung beli.

Ketiga, jika dana belum cukup, sabar beberapa waktu, biasanya harga buku bisa turun dalam beberapa bulan ke depan. Sabar adalah kunci guys. Hehehe...

Keempat, jika hasrat membaca kamu sudah benar-benar di ubun-ubun dan harus segera baca, ya coba melipir ke perpustakaan umum terdekat atau langsung ngebut ke perpustakaan nasional. Hehehe....pinjam bukunya disana deh (mudah-mudahan buku incaran sudah masuk katalog disana). 

Kelima, jika kamu bergabung dalam sebuah komunitas membaca, nah...mohon kebaikan teman-teman disana, untuk bisa meminjamkan buku tersebut. Dan jika dapat, maka kamu bisa lupakan step pertama sampai keempat diatas. Hehehe....

Salam,
Widdi



Berusaha (mulai) Lagi

Siang teman,

Terasa sudah tahun 2019 akan berakhir. 

Banyak hal yang terjadi, sejak aku terakhir menulis di blog ini. 

Pertanyaan yang selalu muncul saat menulis disini, apakah nanti ada jiwa lain yang akan membacanya? Jujur, aku tidak peduli. Tujuanku menulis, tidak berharap ada yang membacanya malah. 

Lho, aneh? Memang. Hehehe...

Menulis bagiku cuma aktualisasi saja. Biar tidak cepat pikun. Memang umurmu berapa mas? Kok sudah ngomongin pikun. Ya...tahun 2020, tembus 40 tahun keberadaan di planet ini. Mbuhlah...jika nanti reinkarnasi hidup di planet lainnya. Hehehe....

Blog sederhana ini, memang aku peruntukkan untuk diriku sendiri. Egois kamu mas. Biarin. 

Entahlah...sepertinya tahun depan, aku akan berusaha keras menghidupkan blog ini lagi. Mungkin sudah saatnya aku aktif menulis lagi.

Mungkin berubah wujud jadi "book blogger", mungkin saja. Tunggu nanti ya.

Salam,
Widdi